MASJID “MUBADZIR”
Siapa yang tak kenal dengan Indonesia? Negri dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Dengan banyaknya kaum Muslimin di Indonesia sudah barang tentu pertumbuhan masjid pun sangat pesat. Salah satu pulau kecil di daerah utara Jawa saja sudah amat terkenal dengan pulau seribu mushola. Betapa tidak, hampir setiap tiga rumah sudah pasti memiliki satu mushola. Apalagi jikalau seluruh masjid dan mushola yang ada di Indonesia. Wuih, tentu teramat banyak untuk dihitung.
Dari segi kuantitas memang demikian. Namun siapa sangka negri yang 90% nya terdiri dari kaum Muslimin hanya memperbanyak masjid tanpa memperbanyak “pengunjung”nya. Seakan adanya masjid sudah amat dilupakan. Adanya masjid sama seperti ketiadaannya.
Yach mungkin salah satu yang menyebabkan masjid menjadi terkesan “mubadzir” karena kondisi kaum Muslimin itu sendiri. Ketika merasakan kelapangan dalam mendirikan dan mudahnya perizinan, nampaknya hanya pintas lalu belaka. Selesai pembangunan ya selesai juga tugasnya. Tiada rasa kepemilikan sama sekali. Mungkin ini terlalu pahit untuk didengar. Tapi tidak ada lagi bahaya yang lebih halus yang bisa mewakili keadaan kaum Muslimin di Indonesia ini kecuali kurangnya rasa kepemilikan.
Sebagaimana diungkap oleh Ketua Majelis Ulama Islam (MUI) KH Kholil Ridwan, beliau menilai hampir semua masjid yang ada di Indonesia mubadzir. Penilaian tersebut disampaikan KH Kholil Ridwan di depan Para Mualaf Bromo, Muslim Lereng Gunung Semeru, Kawi-Bromo. Menurut dia, masjid yang mubadzir itu sepi kegiatan. Terutama, ketika melaksanakan sholat lima waktu. Selama ini, kata dia, masjid yang dipakai untuk melaksanakan ibadah sholat lima waktu itu rata-rata hanya berisi dua shof saja. Sementara pada waktu-waktu selain pelaksanaan ibadah sholat lima waktu sepi. Hanya pada saat hari Jum’at, ketika orang Muslim menunaikan ibadah sholat jum’at saja masjid terisi penuh.
Kondisi masjid yang semacam itu dialami hampir seluruh masjid yang ada di Indonesia. Tidak hanya di desa, tapi kota juga banyak yang sepi kegiatan. Bahkan, saat pelaksanaan ibadah sholat lima waktu, hanya terisi beberapa gelintir saja. Itu pun jikalau kita mau jujur maka yang mengisi “sedikit” itu adalah orang-orang tua dan lanjut usia. Sangat jarang menemukan seorang berumur 30an yang -memakmurkan masjid. Lebih lebih untuk menemukan anak-anak muda.
Jadi ketika jumlah masjid yang amat banyak namun tidak diimbangi dengan memperbanyak jumlah orang yang berangkat ke masjid, sungguh hal itu mengakibatkan kemubadziran. Padahal di belahan bumi Indonesia yang lain ada kaum Muslimin yang kesusahan untuk mendapatkan izin mendirikan masjid. Namun ternyata dengan kesulitan tersebut mereka menjadi terpicu untuk menjadi solid. Membangunn kerjasama di antara mereka untuk saling bahumembahu dalam proses memperlancar perizinan pembangunan. Bahkan sampai mengumpulkan tandatangan dari para warga sebagai ujud kesetujuan pun mereka lakukan. Untuk tercapainya izin pembangunan masjid.
Sehingga ketika perizinan sudah “goal” maka rasa kepemilikan di antara mereka pun sangat besar. Hal ini bukan hanya angan-angan semata namun sebuah kenyataan. Kenyataan pahit yang berbuah manis bagi saudara Muslim yang tinggal di pulau dengan mayoritas penduduk Hindu.
Apakah memang di Indonesia perlu diberlakukan hal yang sama? Susah dalam perizinan mendirikan tempat ibadah terkhusus masjid? Sehingga harapannya dapat memunculkan rasa kepemilikan di dalam diri kaum Muslimin terhadap masjid.
Tentu hal ini tidak perlu. Namun kapankah “kemubadziran” ini akan berakhir? Kapan masjid dipenuhi dengan kegiatan islami? Inilah PR yang harus kita jawab bersama.
ANTARA MASJID ROSUL DAN HARI INI
Masjid-masjid kini merintih mengadukan keadaannya yang kosong dari orang-orang yang mengunjunginya untuk sekedar berdzikir kepada Allah. Ia telah kehilangan orang-orang yang dulu bertasbih kepada Allah di dalamnya setiap pagi dan petang. Ia juga kehilangan orang-orang yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, yang takut pada satu hari saat hati dan pandangan menjadi guncang.
Ia telah kehilangan orang-orang yang dulu selalu beritikaf, ruku' dan sujud. Orang-orang yang senantiasa memakmurkannya di pertengahan malam dan di penghujung siang. Dulu masjid adalah rumah untuk beribadah dan madrasah untuk menggali ilmu. Tempat kaum Muslimin bertemu dan bertolak. Di sanalah mereka saling mengenal satu sama lain untuk kemudian saling mencintai. Dan dari sanalah mereka mengumpulkan bekal kerohanian, cahaya ilmu, serta kuatnya keyakinan. Di sanalah hati mereka selalu tertambat, dan ke sanalah jiwa mereka selalu kembali. Masjid lebih mereka cintai daripada rumah dan harta mereka. Mereka tidak pernah merasa jenuh untuk berlama-lama duduk di dalamnya. Dan mereka tidak pernah merasa bosan untuk senantiasa mengunjunginya walau pun jarak membentang menghalanginya. Mereka senantiasa mengharap pahala dari setiap langkah yang mereka langkahkan. Memetik manfaat dari setiap waktu yang mereka habiskan di dalamnya, dan berlomba-lomba untuk segera menandatanginya.
Sebelum melanjutkan pembahasan lebih lanjut, alangkah bijak jikalau kita mendudukkan terlebih dahulu perbedaan signifikan antara kondisi masjid zaman Rasulullah dan masjid di zaman ini. Kalau dari segi fisik tentu tidak perlu dibahas panjang lebar. Yang akan kami kemukakan adalah perbedaan mencolok akan aktifitas yang terjadi antara masjid zaman dahulu dengan masjid zaman sekarang. Adapun kondisi yang berkaitan dengan masjid di zaman Rosulullah r adalah sebagai berikut:
1. Tempat yang dibangun pertama kali saat Rasulullah hijrah adalah masjid. Bahkan sebelum sampai kota Madinah, Rasulullah membangun Masjid di Quba.
2. Rasulullah menyampaikan wasiat, nasehat, perintah kepada pera sahabatnya yang akhirnya kepada umatnya di masa selanjutnya melalui mimbar masjid.
3. Rasulullah mengajak sahabat-sahabat berdiskusi di dalam masjid untuk memikirkan umat serta dakwah Islam. Mendengarkan keluhan-keluhan sahabatnya, juga membicarakan apa yang akan mereka capai dan kerjakan untuk melebarkan sayap dakwah.
4. Masjid selalu penuh dengan sholat berjamaah, untuk seluruh waktu sholat, bahkan tidak ada bedanya jamaah sholat subuh dan sholat jumat. Pada zaman itu orang yang terlambat sholat akan menyesal dengan penyesalan yang amat besar. Itu baru terlambat, lebih-lebih jikalau sampai tidak ikut sholat berjama’ah. Sebagaimana yang pernah menimpa Umar bin Khotob yang tertinggal jama’ah karena mengelilingi kebunnya, seketika itu juga sebagai bentuk penyesalannya beliau langsung menginfakkan seluruh kebunnya beserta apa yang ada di dalamnya.
5. Masjid menjadi pusat, dalam arti harfiah. Bangunan-bangunan, sentra-sentra aktivitas masyarakat dibangun dekat dengan masjid, hal ini dengan maksud agar tidak ketinggalan sholat berjamaah di masjid bersama Rasulullah.
Fakta-fakta diatas diperkuat oleh output dari umat Islam saat itu. Kita bisa membaca sejarah bagaimana Islam meraih kemenangan disegala bidang. Masjid dan sistem pembinaan yang dilakukan oleh pembina ulung telah menghasilkan manusia sekaliber Abu Bakar, Umar Bin Khatab, Ustman, Ali Bin Abi Thalib, Usamah bin Zaid yang mampu menjadi panglima pasukan Islam pada umur 15 tahun maupun sahabat-sahabat lain serta ulama-ulama sepeninggalan Nabi Muhammad r .
Sebaliknya, kondisi masjid dewasa ini jauh dari kondisi masjid jaman rasulullah. fakta-fakta yang bisa kita lihat sangat bertolak belakang dengan model ideal tersebut. Beberapa fakta yang dapat kita saksikan tentang masjid dewasa ini adalah:
1. Masjid besar dan banyak namun sepi jama’ah.
Semangat umat Islam saat ini hanya dapat bangunan fisik semata. Mereka berlomba-lomba membangun masjid, namun lupa untuk meramaikan masjid. Bahkan terjadi membangun masjid untuk simbolisasi status sosial seseorang. Seakan tidak ada rasa kepemilikan di antara mereka. Juga tiada kepedulian lagi akan kondisi masjid tersebut.
2. Toilet masjid dapat dipastikan kondisinya kotor dan bau, sehingga tidak mencerminkan umat Islam mencintai keindahan dan kebersihan. Belum lagi karpet atau alas yang tidak pernah dicuci atau lantai tidak pernah disapu. Hal ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana kita bisa khusyuk untuk bercengkerama dengan Allah jika kita selalu diganggu dengan aroma tidak sedap serta sirkulasi udara yang tidak baik?.
3. Masjid dikelola apa adanya tanpa manajemen yang baik, bahkan hanya menggunakan manajemen kekeluargaan. Bahkan tidak sedikit masjid yang menggunakan sistem “kesadaran”. Karena tiadanya pengurus yang tetap yang mau ditunjuk. Jadi hal yang berkaitan dengan sirkulasi masjid hanya diurus oleh orang “yang mau” mengurus saja. Itu pun jikalau ada yang sadar akan hal tersebut.
4. Masjid hanya untuk ibadah ritual sholat tidak memaksimalkan potensinya yang besar. Tidak ada aktivitas selain waktu sholat, setelah itu masjid sepi dan dikunci. Tidak ada diskusi, bedah buku/kitab, kajian tematis, rapat strategi pengumpulan dan penyaluran zakat yang efektif dan efisien, apalagi sebagai tempat untuk menuntut ilmu-ilmu dunia, seperti pelatihan computer, kewirausahaan, dsb.
5. Jama’ah masjid terbesar adalah orang-orang tua, sepi dari remaja maupun pemuda. Yang hadir di masjid adalah orang tua yang sudah memang sudah sepantasnya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Generasi muda cenderung tidak ke masjid karena tidak ada sesuatu menarik bagi mereka. Daya tarik itu ternyata diberikan oleh institusi-institusi diluar Masjid yang belum tentu memberikan pengajaran nilai-nilai Islam dalam aktivitasnya bahkan bisa jadi malah bertentangan dengan nilai nilai Islam.
6. Remaja dan pemuda enggan aktif di organisasi remaja masjid karena dominasi orang tua yang tidak memberikan ruang gerak bagi remaja masjid.
Begitulah sekelumit perbedaan antara kondisi dan keadaan masjid di zaman Rasulullah dan zaman sekarang. Boleh jadi itu hanya permukaan dari gunung es. Apa yang tersembunyi jauh lebih besar dari apa yang tampak. Boleh jadi jilau tidak segera diadakan perubahan maka akan tiba masanya penyelewengan yang berkaitan dengan masjid akan semakin jauh lagi. Hingga akhirnya ada dan tidaknya masjid sudah bukan menjadi masalah lagi yang harus difikirkan. Na’udzubillah.
WADAH DAKWAH
Ada sebuah kata bijak yang cukup berarti mengatakan,
“Kebenaran yang tidak teroganisir, maka akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir”.
Ketika sebuah dakwah tidak teroganisir, maunya jalan sendiri-sendiri tentu akan kacau. Satu sama lain saling berebut pengikut. Saling gontok dan saling sikut terjadi di antara kubu dakwah yang ada.
Dan di antara wasilah menjadikan dakwah lebih terorganisir adalah dengan adanya wadah yang mengatur dan membahas sepak terjang dalam berdakwah. Degan adanya wadah yang membahas permasalahan dakwah diharapkan tidak adanya saling sikut dan saling tendang. Apalagi saling menjatuhkan satu sama lain.
Wadah dakwah yang kondusif di antara tempat-tempat yang dapat dijadikan sebagai wadah adalah masjid. Sebagaimana langkah dakwah Rasulullah ketika beliau hijrah ke Madinah. Beliau memulai dengan pembangunan masjid. Saat itu beliau mempersaudarakan para sahabat Anshor dan Muhajirin. Dan pembinaan para sahabat pun beliau lakukan di masjid. Beliau menjadikan masjid menjadi wadah yang optimal. Sehingga langkah-langkah yang diambil menjadi lebih strategis dan terarah.
Fungsi wadah juga sebagai basis pertahanan. Baik pertahanan yang bersifat majazi maupun yang bersifat hakiki. Karena pertahanan seorang muslim dari ke islamannya adalah dengan pertahanan aqidah.
Dan dengan wadah ini pula diharapkan menjadi tempat untuk saling mengingatkan antara satu dengan lainnya. Bila ada salah yang tidak disengaja maupun kebijakan yang kurang menguntungkan bisa saling islah di wadah dakwah tersebut. Sehinnga ketika keluar dari wadah sudah tidak ada lagi persengketaan di antara para juru dakwah mauupun para pengikut ajakan dakwah.
Siapa yang tak kenal dengan Indonesia? Negri dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Dengan banyaknya kaum Muslimin di Indonesia sudah barang tentu pertumbuhan masjid pun sangat pesat. Salah satu pulau kecil di daerah utara Jawa saja sudah amat terkenal dengan pulau seribu mushola. Betapa tidak, hampir setiap tiga rumah sudah pasti memiliki satu mushola. Apalagi jikalau seluruh masjid dan mushola yang ada di Indonesia. Wuih, tentu teramat banyak untuk dihitung.
Dari segi kuantitas memang demikian. Namun siapa sangka negri yang 90% nya terdiri dari kaum Muslimin hanya memperbanyak masjid tanpa memperbanyak “pengunjung”nya. Seakan adanya masjid sudah amat dilupakan. Adanya masjid sama seperti ketiadaannya.
Yach mungkin salah satu yang menyebabkan masjid menjadi terkesan “mubadzir” karena kondisi kaum Muslimin itu sendiri. Ketika merasakan kelapangan dalam mendirikan dan mudahnya perizinan, nampaknya hanya pintas lalu belaka. Selesai pembangunan ya selesai juga tugasnya. Tiada rasa kepemilikan sama sekali. Mungkin ini terlalu pahit untuk didengar. Tapi tidak ada lagi bahaya yang lebih halus yang bisa mewakili keadaan kaum Muslimin di Indonesia ini kecuali kurangnya rasa kepemilikan.
Sebagaimana diungkap oleh Ketua Majelis Ulama Islam (MUI) KH Kholil Ridwan, beliau menilai hampir semua masjid yang ada di Indonesia mubadzir. Penilaian tersebut disampaikan KH Kholil Ridwan di depan Para Mualaf Bromo, Muslim Lereng Gunung Semeru, Kawi-Bromo. Menurut dia, masjid yang mubadzir itu sepi kegiatan. Terutama, ketika melaksanakan sholat lima waktu. Selama ini, kata dia, masjid yang dipakai untuk melaksanakan ibadah sholat lima waktu itu rata-rata hanya berisi dua shof saja. Sementara pada waktu-waktu selain pelaksanaan ibadah sholat lima waktu sepi. Hanya pada saat hari Jum’at, ketika orang Muslim menunaikan ibadah sholat jum’at saja masjid terisi penuh.
Kondisi masjid yang semacam itu dialami hampir seluruh masjid yang ada di Indonesia. Tidak hanya di desa, tapi kota juga banyak yang sepi kegiatan. Bahkan, saat pelaksanaan ibadah sholat lima waktu, hanya terisi beberapa gelintir saja. Itu pun jikalau kita mau jujur maka yang mengisi “sedikit” itu adalah orang-orang tua dan lanjut usia. Sangat jarang menemukan seorang berumur 30an yang -memakmurkan masjid. Lebih lebih untuk menemukan anak-anak muda.
Jadi ketika jumlah masjid yang amat banyak namun tidak diimbangi dengan memperbanyak jumlah orang yang berangkat ke masjid, sungguh hal itu mengakibatkan kemubadziran. Padahal di belahan bumi Indonesia yang lain ada kaum Muslimin yang kesusahan untuk mendapatkan izin mendirikan masjid. Namun ternyata dengan kesulitan tersebut mereka menjadi terpicu untuk menjadi solid. Membangunn kerjasama di antara mereka untuk saling bahumembahu dalam proses memperlancar perizinan pembangunan. Bahkan sampai mengumpulkan tandatangan dari para warga sebagai ujud kesetujuan pun mereka lakukan. Untuk tercapainya izin pembangunan masjid.
Sehingga ketika perizinan sudah “goal” maka rasa kepemilikan di antara mereka pun sangat besar. Hal ini bukan hanya angan-angan semata namun sebuah kenyataan. Kenyataan pahit yang berbuah manis bagi saudara Muslim yang tinggal di pulau dengan mayoritas penduduk Hindu.
Apakah memang di Indonesia perlu diberlakukan hal yang sama? Susah dalam perizinan mendirikan tempat ibadah terkhusus masjid? Sehingga harapannya dapat memunculkan rasa kepemilikan di dalam diri kaum Muslimin terhadap masjid.
Tentu hal ini tidak perlu. Namun kapankah “kemubadziran” ini akan berakhir? Kapan masjid dipenuhi dengan kegiatan islami? Inilah PR yang harus kita jawab bersama.
ANTARA MASJID ROSUL DAN HARI INI
Masjid-masjid kini merintih mengadukan keadaannya yang kosong dari orang-orang yang mengunjunginya untuk sekedar berdzikir kepada Allah. Ia telah kehilangan orang-orang yang dulu bertasbih kepada Allah di dalamnya setiap pagi dan petang. Ia juga kehilangan orang-orang yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, yang takut pada satu hari saat hati dan pandangan menjadi guncang.
Ia telah kehilangan orang-orang yang dulu selalu beritikaf, ruku' dan sujud. Orang-orang yang senantiasa memakmurkannya di pertengahan malam dan di penghujung siang. Dulu masjid adalah rumah untuk beribadah dan madrasah untuk menggali ilmu. Tempat kaum Muslimin bertemu dan bertolak. Di sanalah mereka saling mengenal satu sama lain untuk kemudian saling mencintai. Dan dari sanalah mereka mengumpulkan bekal kerohanian, cahaya ilmu, serta kuatnya keyakinan. Di sanalah hati mereka selalu tertambat, dan ke sanalah jiwa mereka selalu kembali. Masjid lebih mereka cintai daripada rumah dan harta mereka. Mereka tidak pernah merasa jenuh untuk berlama-lama duduk di dalamnya. Dan mereka tidak pernah merasa bosan untuk senantiasa mengunjunginya walau pun jarak membentang menghalanginya. Mereka senantiasa mengharap pahala dari setiap langkah yang mereka langkahkan. Memetik manfaat dari setiap waktu yang mereka habiskan di dalamnya, dan berlomba-lomba untuk segera menandatanginya.
Sebelum melanjutkan pembahasan lebih lanjut, alangkah bijak jikalau kita mendudukkan terlebih dahulu perbedaan signifikan antara kondisi masjid zaman Rasulullah dan masjid di zaman ini. Kalau dari segi fisik tentu tidak perlu dibahas panjang lebar. Yang akan kami kemukakan adalah perbedaan mencolok akan aktifitas yang terjadi antara masjid zaman dahulu dengan masjid zaman sekarang. Adapun kondisi yang berkaitan dengan masjid di zaman Rosulullah r adalah sebagai berikut:
1. Tempat yang dibangun pertama kali saat Rasulullah hijrah adalah masjid. Bahkan sebelum sampai kota Madinah, Rasulullah membangun Masjid di Quba.
2. Rasulullah menyampaikan wasiat, nasehat, perintah kepada pera sahabatnya yang akhirnya kepada umatnya di masa selanjutnya melalui mimbar masjid.
3. Rasulullah mengajak sahabat-sahabat berdiskusi di dalam masjid untuk memikirkan umat serta dakwah Islam. Mendengarkan keluhan-keluhan sahabatnya, juga membicarakan apa yang akan mereka capai dan kerjakan untuk melebarkan sayap dakwah.
4. Masjid selalu penuh dengan sholat berjamaah, untuk seluruh waktu sholat, bahkan tidak ada bedanya jamaah sholat subuh dan sholat jumat. Pada zaman itu orang yang terlambat sholat akan menyesal dengan penyesalan yang amat besar. Itu baru terlambat, lebih-lebih jikalau sampai tidak ikut sholat berjama’ah. Sebagaimana yang pernah menimpa Umar bin Khotob yang tertinggal jama’ah karena mengelilingi kebunnya, seketika itu juga sebagai bentuk penyesalannya beliau langsung menginfakkan seluruh kebunnya beserta apa yang ada di dalamnya.
5. Masjid menjadi pusat, dalam arti harfiah. Bangunan-bangunan, sentra-sentra aktivitas masyarakat dibangun dekat dengan masjid, hal ini dengan maksud agar tidak ketinggalan sholat berjamaah di masjid bersama Rasulullah.
Fakta-fakta diatas diperkuat oleh output dari umat Islam saat itu. Kita bisa membaca sejarah bagaimana Islam meraih kemenangan disegala bidang. Masjid dan sistem pembinaan yang dilakukan oleh pembina ulung telah menghasilkan manusia sekaliber Abu Bakar, Umar Bin Khatab, Ustman, Ali Bin Abi Thalib, Usamah bin Zaid yang mampu menjadi panglima pasukan Islam pada umur 15 tahun maupun sahabat-sahabat lain serta ulama-ulama sepeninggalan Nabi Muhammad r .
Sebaliknya, kondisi masjid dewasa ini jauh dari kondisi masjid jaman rasulullah. fakta-fakta yang bisa kita lihat sangat bertolak belakang dengan model ideal tersebut. Beberapa fakta yang dapat kita saksikan tentang masjid dewasa ini adalah:
1. Masjid besar dan banyak namun sepi jama’ah.
Semangat umat Islam saat ini hanya dapat bangunan fisik semata. Mereka berlomba-lomba membangun masjid, namun lupa untuk meramaikan masjid. Bahkan terjadi membangun masjid untuk simbolisasi status sosial seseorang. Seakan tidak ada rasa kepemilikan di antara mereka. Juga tiada kepedulian lagi akan kondisi masjid tersebut.
2. Toilet masjid dapat dipastikan kondisinya kotor dan bau, sehingga tidak mencerminkan umat Islam mencintai keindahan dan kebersihan. Belum lagi karpet atau alas yang tidak pernah dicuci atau lantai tidak pernah disapu. Hal ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana kita bisa khusyuk untuk bercengkerama dengan Allah jika kita selalu diganggu dengan aroma tidak sedap serta sirkulasi udara yang tidak baik?.
3. Masjid dikelola apa adanya tanpa manajemen yang baik, bahkan hanya menggunakan manajemen kekeluargaan. Bahkan tidak sedikit masjid yang menggunakan sistem “kesadaran”. Karena tiadanya pengurus yang tetap yang mau ditunjuk. Jadi hal yang berkaitan dengan sirkulasi masjid hanya diurus oleh orang “yang mau” mengurus saja. Itu pun jikalau ada yang sadar akan hal tersebut.
4. Masjid hanya untuk ibadah ritual sholat tidak memaksimalkan potensinya yang besar. Tidak ada aktivitas selain waktu sholat, setelah itu masjid sepi dan dikunci. Tidak ada diskusi, bedah buku/kitab, kajian tematis, rapat strategi pengumpulan dan penyaluran zakat yang efektif dan efisien, apalagi sebagai tempat untuk menuntut ilmu-ilmu dunia, seperti pelatihan computer, kewirausahaan, dsb.
5. Jama’ah masjid terbesar adalah orang-orang tua, sepi dari remaja maupun pemuda. Yang hadir di masjid adalah orang tua yang sudah memang sudah sepantasnya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Generasi muda cenderung tidak ke masjid karena tidak ada sesuatu menarik bagi mereka. Daya tarik itu ternyata diberikan oleh institusi-institusi diluar Masjid yang belum tentu memberikan pengajaran nilai-nilai Islam dalam aktivitasnya bahkan bisa jadi malah bertentangan dengan nilai nilai Islam.
6. Remaja dan pemuda enggan aktif di organisasi remaja masjid karena dominasi orang tua yang tidak memberikan ruang gerak bagi remaja masjid.
Begitulah sekelumit perbedaan antara kondisi dan keadaan masjid di zaman Rasulullah dan zaman sekarang. Boleh jadi itu hanya permukaan dari gunung es. Apa yang tersembunyi jauh lebih besar dari apa yang tampak. Boleh jadi jilau tidak segera diadakan perubahan maka akan tiba masanya penyelewengan yang berkaitan dengan masjid akan semakin jauh lagi. Hingga akhirnya ada dan tidaknya masjid sudah bukan menjadi masalah lagi yang harus difikirkan. Na’udzubillah.
WADAH DAKWAH
Ada sebuah kata bijak yang cukup berarti mengatakan,
“Kebenaran yang tidak teroganisir, maka akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir”.
Ketika sebuah dakwah tidak teroganisir, maunya jalan sendiri-sendiri tentu akan kacau. Satu sama lain saling berebut pengikut. Saling gontok dan saling sikut terjadi di antara kubu dakwah yang ada.
Dan di antara wasilah menjadikan dakwah lebih terorganisir adalah dengan adanya wadah yang mengatur dan membahas sepak terjang dalam berdakwah. Degan adanya wadah yang membahas permasalahan dakwah diharapkan tidak adanya saling sikut dan saling tendang. Apalagi saling menjatuhkan satu sama lain.
Wadah dakwah yang kondusif di antara tempat-tempat yang dapat dijadikan sebagai wadah adalah masjid. Sebagaimana langkah dakwah Rasulullah ketika beliau hijrah ke Madinah. Beliau memulai dengan pembangunan masjid. Saat itu beliau mempersaudarakan para sahabat Anshor dan Muhajirin. Dan pembinaan para sahabat pun beliau lakukan di masjid. Beliau menjadikan masjid menjadi wadah yang optimal. Sehingga langkah-langkah yang diambil menjadi lebih strategis dan terarah.
Fungsi wadah juga sebagai basis pertahanan. Baik pertahanan yang bersifat majazi maupun yang bersifat hakiki. Karena pertahanan seorang muslim dari ke islamannya adalah dengan pertahanan aqidah.
Dan dengan wadah ini pula diharapkan menjadi tempat untuk saling mengingatkan antara satu dengan lainnya. Bila ada salah yang tidak disengaja maupun kebijakan yang kurang menguntungkan bisa saling islah di wadah dakwah tersebut. Sehinnga ketika keluar dari wadah sudah tidak ada lagi persengketaan di antara para juru dakwah mauupun para pengikut ajakan dakwah.
KAITAN ANTARA MASJID DAN DAKWAH
Salah satu inti dari ajaran Islam memang perintah kepada umatnya untuk berdakwah, yakni mengajak manusia kepada jalan Allah (tauhid) dengan hikmah (hujjah atau argumen). Kepedulian terhadap dakwah jugalah yang menjadi trademark seorang mu’min.
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS an-Nahl [16]: 125)
Menyeru kepada yang ma’ruf (kebaikan) dan mencegah dari perbuatan munkar merupakan identitas seorang muslim. Itu sebabnya, Islam begitu dinamis. Buktinya, mampu mencapai hingga sepertiga dunia. Itu artinya, hampir seluruh penghuni daratan di dunia ini pernah hidup bersama Islam. dakwah menjadi sarana sekaligus senjata untuk membendung arus budaya rusak yang akan menggerus kepribadian Islam kita.
Juga dakwah merupakan bentuk kepedulian kita kepada umat. Karena jikalau di suatu tempat ada yang berbuat maksiat dan tidak ada yang mengingatkannya maka “peringatan” dari Allah tidak hanya diberikan kepada orang yang bermaksiat saja. Melainkan kepada seluruh penduduk yang ada di situ.
Rasulullah bersabda: “Perumpamaan keadaan suatu kaum atau masyarakat yang menjaga batasan hukum-hukum Allah (mencegah kemungkaran) adalah ibarat satu rombongan yang naik sebuah kapal. Lalu mereka membagi tempat duduknya masing-masing, ada yang di bagian atas dan sebagian di bagian bawah. Dan bila ada orang yang di bagian bawah akan mengambil air, maka ia harus melewati orang yang duduk di bagian atasnya. Sehingga orang yang di bawah tadi berkata: “Seandainya aku melubangi tempat duduk milikku sendiri (untuk mendapatkan air), tentu aku tidak mengganggu orang lain di atas.” Bila mereka (para penumpang lain) membiarkannya, tentu mereka semua akan binasa.” (HR Bukhari)
Adapun kaitannya dengan masjid karena dakwah sudah identik dengan masjid. Hingga ketika ada seseorang yang memperingatkan orang lain ketika bermaksiat maka ia secara otomatis mengelak, “kalau mau dakwah di masjid saja”. Memang ini jawaban yang terkesan menyepelekan. Namun memang masjid sudah identik dengan adanya dakwah. Meskipun dakwah itu sendiri tidak hanya dibatasi di masjid saja.
Masjid menjadi tempat kumpul untuk dakwah yang mudah diketahui dan didatangi. Makanya keberadaan dakwah dan masjid menjadi hal yang urgen bagi masyarakat.
Bukankah ciri dari umat terbaik adalah saling mengingatkan akan perkara ma’ruf dan mencegah dari kemungkaran?
???????? ?????? ??????? ?????????? ????????? ??????????? ?????????????? ???????????? ???? ??????????? ????????????? ?????????
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS Ali Imron : 110)
OPTIMALISASI FUNGSI MASJID
Optimalisasi fungsi dan peran masjid sebagai pusat pembinaan ummat, tidak mungkin dapat dikelola oleh satu atau sekelompok kecil orang, tetapi harus melibatkan semua komponen masyarakat yang berada di sekitarnya. Cara ini dapat menyentuh hati masyarakat sehingga mereka merasa memilikinya. Keterlibatan mereka dalam melaksanakan fungsi masjid memerlukan manajemen pengelolaan yang baik sehingga semua komponen masyarakat merasa terlibat dan ada rasa memiliki terhadap masjid tersebut. Dari situlah akan timbul tanggung jawab untuk sama-sama meramaikan dan merawatnya dengan baik.
Di antara kegiatan yang dapat kita lakukan sebagai bentuk pengoptimalisasian masjid adalah sebagai berikut:
1. Sebagai tempat beribadah
Sesuai dengan namanya Masjid adalah tempat sujud, maka fungsi utamanya adalah sebagai tempat ibadah shalat. Sebagaimana diketahui bahwa makna ibadah di dalam Islam adalah luas menyangkut segala aktivitas kehidupan yang ditujukan untuk memperoleh ridla Allah I , maka fungsi Masjid disamping sebagai tempat shalat juga sebagai tempat beribadah secara luas sesuai dengan ajaran Islam.
2. Sebagai tempat menuntut ilmu
Masjid berfungsi sebagai tempat untuk belajar mengajar, khususnya ilmu agama yang merupakan fardlu ‘ain bagi umat Islam. Disamping itu juga ilmu-ilmu lain, baik ilmu alam, sosial, humaniora, keterampilan dan lain sebagainya dapat diajarkan di Masjid.
3. Sebagai tempat pembinaan jama’ah
Dengan adanya umat Islam di sekitarnya, Masjid berperan dalam mengkoordinir mereka guna menyatukan potensi dan kepemimpinan umat. Selanjutnya umat yang terkoordinir secara rapi dalam organisasi Ta’mir Masjid dibina keimanan, ketaqwaan, ukhuwah imaniyah dan da’wah islamiyahnya. Sehingga Masjid menjadi basis umat Islam yang kokoh.
a. Pembinaan aqidah
Indonesia adalah negara yang subur. Hampir tidak ada tanaman yang tidak bisa tumbuh di Indonesia. Bahkan pohon kurma pun yang biasa hidup di daerah panas dapat hidup dan tumbuh di Indonesia. Ternyata bukan hanya tanaman saja yang subur. Segala aliran kecercayaan pun subur di indonisia.
Jikalau masyarakat tidak dibentengi degan aqidah tentu bahaya akhirat yang menimpa. Karena aliran-aliran baru ini cenderung menyenangkan. Makanya setiap ada aliran baru pasti akan langsung diserbu para pengikut.
Juga ada aliran JIL yang notabenenya mengacaukan islam. Ia memelintir ayat dan hadits untuk mengikuti syahwat mereka. Sehingga jikalau masyarakan tidak memiliki saringan maka aqidahnya akan bercampur baur. Bahkan tidak sedikit yang menggadaikan agamanya hanya dengan satu kardus mie instan. Sungguh tragis nasib umat ini jikalau tidak memiliki benteng yang membentengi aqidahnya.
Maka alangkah indahnya peran masjid jikalau pengoptimalisasiannya dengan mengisi kajian kajian masalah “benteng” dari kemurtadan.
b. Pembinaan ibadah
Selain masalah aqidah tentu masalah ibadah pun penting. Banyak di antara masyarakat hari ini yang masih bingung terhadap ibadah hariannya. Jangankan yang sunnah, ibadah sholat wajib pun masih ada yang “asal gerak”. Modal mengikuti imam tanpa mengetahui apa yang disunahkan dan yang masuk larangan dalam ibadah tersebut.
Juga yang paling mendasar dari ibadah toharoh pun banyak yang tidak tahu. Tidak ada beda antara mandi janabah dengan mandi hariannya. Tidak perduli dengan rukun dan sunnah-sunnahnya.
Jadi lewat pembinaan ini bisa menjembatani supaya masyarakat tidak “belepotan” dalam melaksanakan ibadah hariannya. Juga supaya terjauh dari bid’ah. Karena orang yang melakukan bid’ah lebih susah untuk di ingatkan daripada orang yang melaksanakan dosa besar lainnya. Karena menurut orang yang melaksanan bid’ah apa yang mereka lakukan adalah sunnah nabi yang harus dilestarikan.
c. Pembinaan akhlak
Masjid juga dapat digunakan sebagai lahan pembinaan akhlak masyarakat. Akhlak antara yang muda dengan orang yang lebih tua. Akhlak seorang anak dengan orang tuanya. Dan lain-lain.
Kalau boleh dikatakan dengan jujur, akhlak hari ini terkhusus remajanya sudah banyak yang bobrok. Betapa tidak, pergaulan di antara muda mudi sudah tidak ada lagi hijab di antara mereka. Menggunakan pakaina ketat sudah menjadi pemandangan jama’. Sampai hal keperawanan pun sudah bukan barang istimewa lagi di kalangan mereka. Banyak yang merelakan keperawanannya kepada orang yang dicintainya mesikipun tidak ada jaminan apakah mereka akan menikahinya atau tidak.
Pemandangan anak yang durhaka kepada orang tua pun sudah tidah asing lagi. Nampaknya fenomena malin kundang sudah banyak bermunculan lagi hari ini.
Inilah pentinnya pembinaan akhlak di kalangan masyarakat. Supaya dapat menembatkan orang lain sesuai dengan tempatnya. Juga tidak mendahulukan ego pribadi di atas kepentingan bersama. Juga saling memahami antara satu dengan lainnya. Boleh jadi kita bisa memaksa diri kita untuk memahami orang lain. Namun kita tidak bisa memaksa orang lain untuk memahami diri kita dan kepribadian kita.
Inilah pentingnya akhlak. Hingga Rasulullah r diutus pun untuk memperbaiki akhlak manusia. Juga masalah kejujuran. Nampaknya sekarang kejujuran dianggap barang langka. Bahkan orang yang yang jujur kerap dikatakan “culun”. Biarlah orang mencemooh orang yang hendak menjunjung tinggi akhlak Rasulullah r. Karena boleh jadi sekarang mereka mencemooh namun di lain kesempatan mereka akan menangis karena penyesalannya.
4. Sebagai pusat da’wah dan kebudayaan Islam
Masjid merupakan jantung kehidupan umat Islam yang selalu berdenyut untuk menyebarluaskan da’wah islamiyah dan budaya islami. Di Masjid pula direncanakan, diorganisasi, dikaji, dilaksanakan dan dikembangkan da’wah dan kebudayaan Islam yang menyahuti kebutuhan masyarakat. Karena itu Masjid, berperan sebagai sentra aktivitas da’wah dan kebudayaan.
5. Sebagai pusat kaderisasi umat
Sebagai tempat pembinaan jama’ah dan kepemimpinan umat, Masjid memerlukan aktivis yang berjuang menegakkan Islam secara istiqamah dan berkesinambungan. Patah tumbuh hilang berganti. Karena itu pembinaan kader perlu dipersiapkan dan dipusatkan di Masjid sejak mereka masih kecil sampai dewasa. Di antaranya dengan Taman Pendidikan Al Quraan (TPA), Remaja Masjid maupun Ta’mir Masjid beserta kegiatannya.
MENYALAKAN SEMANGAT MENDATANGI MASJID
Motifasi suatu saat amat dibutuhkan. Sama halnya bagi para pemakmur masjid. Kadang akan ada rasa bosan, suntuk dan lain-lain yang hinggap. Sehingga dengan adanya motivasi kemalasan yang darang menjadi segera hilang. Rasa suntuk yang hinggap akan segera lenyap.
Di antara motifasi yang paling menyentuh hati adalah apa yang datang dari Rasulullah r dengan kabar gambira yang beliau sampaikan. Sutikan semangat untuk meng-upgrade pahala di sisi-Nya. Juga kesempatan untuk mengurangi dosa yang pernah kita perbuat.
Inilah motifasi dari Rasulullah bagi para pemakmur masjid:
a. Pahala sholat di masjid lebih besar dari pada sholat di rumah
"Shalat seseorang dengan berjamaah lebih utama dari pada shalat di rumahnya atau di pasarnya sebesar dua puluh lima derajat. Dan hal itu apabila ia berwudhu dan memperbagus wudhunya kemudian ia keluar menuju masjid dan tidaklah ia keluar kecuali untuk mengerjakan shalat, maka tidaklah ia melangkahkan kakinya kecuali Allah I akan mengangkat derajatnya dan dihapuskan segala kesalahannya. Apabila ia shalat, maka tidak henti-hentinya malaikat mendo'akannya selama ia berada di tempat shalatnya. Ya Allah limpahkanlah rahmatMu kepadanya. Dan ia senantiasa berada di dalam shalat selama ia menunggu shalat." (HR. al-Bukhari)
b. Melangkah menuju masjid mendapat pahala dan dihapus darinya dosa
Imam Malik meriwayatkan sebuah hadits di dalam Muwaththa'nya, "Barangsiapa yang berwudu dan ia memperbagus wudhunya kemudian ia menyengaja keluar untuk mengerjakan shalat, maka sesungguhnya ia sedang berada di dalam shalat, dan ditetapkanlah kebaikan baginya di dalam salah satu langkahnya, dan dihapuskan baginya kesalahan di dalam langkahnya yang lain. Maka apabila salah seorang di antara kalian mendengar iqamat, janganlah ia tergesa-gesa, karena sesungguhnya yang paling besar pahalanya di antara kalian adalah orang yang paling jauh rumahnya dari masjid". Kemudian mereka pun bertanya, "Mengapa wahai Abu Hurairah? maka ia pun menjawab, "Karena langkahnya lebih banyak"
c. Menunggu sholat di masjid dihitung ribath (berjaga di medan perang)
Abu Hurairoh radhiallahu 'anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,"Inginkah kalian aku tunjukan sesuatu yang dengannya Allah akan menghapus dosa-dosa kalian dan mengangkat derajat kalian? Maka para sahabat berkata, "Ya wahai Rasulullah". Kemudian Rasulullah bersabda, "Menyempurnakan wudhu dalam kondisi tidak disenangi, memperbanyak langkah ke masjid, dan menunggu shalat setelah shalat, maka itulah ar-ribath, maka itulah ar-ribath (bentuk menahan diri untuk senantiasa berbuat taat kepada Allah)." (HR. Muslim dan Malik)
d. Mendapat cahaya di hari kiamat
Dari Abu Buraidah radhiallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ia bersabda,"Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berjalan menuju masjid di dalam kegelapan dengan cahaya yang sempurna pada hari Kiamat". (HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi)
e. Masjid ialah tempat yang Allah senangi
Dan dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda, "Sesuautu yang paling Allah senangi dari sebuah negeri adalah masjid-masjid yang ada di dalamnya, dan sesuatu yang paling Allah benci darinya adalah pasar-pasar yang ada di dalamnya". (HR. Muslim)
f. Orang yang memakmurkan masjid akan Allah muliakan
Allah telah memuliakan masjid beserta orang-orang yang memakmurkannya dengan ketaatan. Dan Ia telah menjanjikan kepada mereka pahala yang sangat besar.
Allah berfirman, artinya, "Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang. Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (Meraka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendakiNya tanpa batas." (QS. an-Nur: 36-38)
Dengan ini harapannya seorang muslim bisa menjadi diri yang utuh. Yang peduli dengan apa yang ada di sekitarnya. Memperdulikan kaum muslimin lainnya. Juga peduli degan sarana dan fasilitas kaum Muslimin.
Kegiatan-kegiatan islami yang diadakan bisa mengoptimalisasikan masjid sebagai sarana dakwah. Juga bisa menjadikannya sebagai pusat pengaturan dakwah. Kajian-kajian islami bisa menjadi pemandangan rutin. Bahkan bedah buku pun jikalau diperlukan bisa dilaksanakan sebagai sosialisasi degnan masyarakat.
Masyarakat tentu harus diajak untuk bersatu padu dalam mengoptimalisasian masjid sebagai basis dakwah. Karena peran masyarakat pun amat penting bagi perkembangan dakwah di masa mendatang. Bagaimana jadinya jikalau hendak menjadikan masjid sebagia markas dakwah namun masyarakat di sekitar tidak ada yang mendukung?
Wallohu a’lam bish showab
Salah satu inti dari ajaran Islam memang perintah kepada umatnya untuk berdakwah, yakni mengajak manusia kepada jalan Allah (tauhid) dengan hikmah (hujjah atau argumen). Kepedulian terhadap dakwah jugalah yang menjadi trademark seorang mu’min.
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS an-Nahl [16]: 125)
Menyeru kepada yang ma’ruf (kebaikan) dan mencegah dari perbuatan munkar merupakan identitas seorang muslim. Itu sebabnya, Islam begitu dinamis. Buktinya, mampu mencapai hingga sepertiga dunia. Itu artinya, hampir seluruh penghuni daratan di dunia ini pernah hidup bersama Islam. dakwah menjadi sarana sekaligus senjata untuk membendung arus budaya rusak yang akan menggerus kepribadian Islam kita.
Juga dakwah merupakan bentuk kepedulian kita kepada umat. Karena jikalau di suatu tempat ada yang berbuat maksiat dan tidak ada yang mengingatkannya maka “peringatan” dari Allah tidak hanya diberikan kepada orang yang bermaksiat saja. Melainkan kepada seluruh penduduk yang ada di situ.
Rasulullah bersabda: “Perumpamaan keadaan suatu kaum atau masyarakat yang menjaga batasan hukum-hukum Allah (mencegah kemungkaran) adalah ibarat satu rombongan yang naik sebuah kapal. Lalu mereka membagi tempat duduknya masing-masing, ada yang di bagian atas dan sebagian di bagian bawah. Dan bila ada orang yang di bagian bawah akan mengambil air, maka ia harus melewati orang yang duduk di bagian atasnya. Sehingga orang yang di bawah tadi berkata: “Seandainya aku melubangi tempat duduk milikku sendiri (untuk mendapatkan air), tentu aku tidak mengganggu orang lain di atas.” Bila mereka (para penumpang lain) membiarkannya, tentu mereka semua akan binasa.” (HR Bukhari)
Adapun kaitannya dengan masjid karena dakwah sudah identik dengan masjid. Hingga ketika ada seseorang yang memperingatkan orang lain ketika bermaksiat maka ia secara otomatis mengelak, “kalau mau dakwah di masjid saja”. Memang ini jawaban yang terkesan menyepelekan. Namun memang masjid sudah identik dengan adanya dakwah. Meskipun dakwah itu sendiri tidak hanya dibatasi di masjid saja.
Masjid menjadi tempat kumpul untuk dakwah yang mudah diketahui dan didatangi. Makanya keberadaan dakwah dan masjid menjadi hal yang urgen bagi masyarakat.
Bukankah ciri dari umat terbaik adalah saling mengingatkan akan perkara ma’ruf dan mencegah dari kemungkaran?
???????? ?????? ??????? ?????????? ????????? ??????????? ?????????????? ???????????? ???? ??????????? ????????????? ?????????
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS Ali Imron : 110)
OPTIMALISASI FUNGSI MASJID
Optimalisasi fungsi dan peran masjid sebagai pusat pembinaan ummat, tidak mungkin dapat dikelola oleh satu atau sekelompok kecil orang, tetapi harus melibatkan semua komponen masyarakat yang berada di sekitarnya. Cara ini dapat menyentuh hati masyarakat sehingga mereka merasa memilikinya. Keterlibatan mereka dalam melaksanakan fungsi masjid memerlukan manajemen pengelolaan yang baik sehingga semua komponen masyarakat merasa terlibat dan ada rasa memiliki terhadap masjid tersebut. Dari situlah akan timbul tanggung jawab untuk sama-sama meramaikan dan merawatnya dengan baik.
Di antara kegiatan yang dapat kita lakukan sebagai bentuk pengoptimalisasian masjid adalah sebagai berikut:
1. Sebagai tempat beribadah
Sesuai dengan namanya Masjid adalah tempat sujud, maka fungsi utamanya adalah sebagai tempat ibadah shalat. Sebagaimana diketahui bahwa makna ibadah di dalam Islam adalah luas menyangkut segala aktivitas kehidupan yang ditujukan untuk memperoleh ridla Allah I , maka fungsi Masjid disamping sebagai tempat shalat juga sebagai tempat beribadah secara luas sesuai dengan ajaran Islam.
2. Sebagai tempat menuntut ilmu
Masjid berfungsi sebagai tempat untuk belajar mengajar, khususnya ilmu agama yang merupakan fardlu ‘ain bagi umat Islam. Disamping itu juga ilmu-ilmu lain, baik ilmu alam, sosial, humaniora, keterampilan dan lain sebagainya dapat diajarkan di Masjid.
3. Sebagai tempat pembinaan jama’ah
Dengan adanya umat Islam di sekitarnya, Masjid berperan dalam mengkoordinir mereka guna menyatukan potensi dan kepemimpinan umat. Selanjutnya umat yang terkoordinir secara rapi dalam organisasi Ta’mir Masjid dibina keimanan, ketaqwaan, ukhuwah imaniyah dan da’wah islamiyahnya. Sehingga Masjid menjadi basis umat Islam yang kokoh.
a. Pembinaan aqidah
Indonesia adalah negara yang subur. Hampir tidak ada tanaman yang tidak bisa tumbuh di Indonesia. Bahkan pohon kurma pun yang biasa hidup di daerah panas dapat hidup dan tumbuh di Indonesia. Ternyata bukan hanya tanaman saja yang subur. Segala aliran kecercayaan pun subur di indonisia.
Jikalau masyarakat tidak dibentengi degan aqidah tentu bahaya akhirat yang menimpa. Karena aliran-aliran baru ini cenderung menyenangkan. Makanya setiap ada aliran baru pasti akan langsung diserbu para pengikut.
Juga ada aliran JIL yang notabenenya mengacaukan islam. Ia memelintir ayat dan hadits untuk mengikuti syahwat mereka. Sehingga jikalau masyarakan tidak memiliki saringan maka aqidahnya akan bercampur baur. Bahkan tidak sedikit yang menggadaikan agamanya hanya dengan satu kardus mie instan. Sungguh tragis nasib umat ini jikalau tidak memiliki benteng yang membentengi aqidahnya.
Maka alangkah indahnya peran masjid jikalau pengoptimalisasiannya dengan mengisi kajian kajian masalah “benteng” dari kemurtadan.
b. Pembinaan ibadah
Selain masalah aqidah tentu masalah ibadah pun penting. Banyak di antara masyarakat hari ini yang masih bingung terhadap ibadah hariannya. Jangankan yang sunnah, ibadah sholat wajib pun masih ada yang “asal gerak”. Modal mengikuti imam tanpa mengetahui apa yang disunahkan dan yang masuk larangan dalam ibadah tersebut.
Juga yang paling mendasar dari ibadah toharoh pun banyak yang tidak tahu. Tidak ada beda antara mandi janabah dengan mandi hariannya. Tidak perduli dengan rukun dan sunnah-sunnahnya.
Jadi lewat pembinaan ini bisa menjembatani supaya masyarakat tidak “belepotan” dalam melaksanakan ibadah hariannya. Juga supaya terjauh dari bid’ah. Karena orang yang melakukan bid’ah lebih susah untuk di ingatkan daripada orang yang melaksanakan dosa besar lainnya. Karena menurut orang yang melaksanan bid’ah apa yang mereka lakukan adalah sunnah nabi yang harus dilestarikan.
c. Pembinaan akhlak
Masjid juga dapat digunakan sebagai lahan pembinaan akhlak masyarakat. Akhlak antara yang muda dengan orang yang lebih tua. Akhlak seorang anak dengan orang tuanya. Dan lain-lain.
Kalau boleh dikatakan dengan jujur, akhlak hari ini terkhusus remajanya sudah banyak yang bobrok. Betapa tidak, pergaulan di antara muda mudi sudah tidak ada lagi hijab di antara mereka. Menggunakan pakaina ketat sudah menjadi pemandangan jama’. Sampai hal keperawanan pun sudah bukan barang istimewa lagi di kalangan mereka. Banyak yang merelakan keperawanannya kepada orang yang dicintainya mesikipun tidak ada jaminan apakah mereka akan menikahinya atau tidak.
Pemandangan anak yang durhaka kepada orang tua pun sudah tidah asing lagi. Nampaknya fenomena malin kundang sudah banyak bermunculan lagi hari ini.
Inilah pentinnya pembinaan akhlak di kalangan masyarakat. Supaya dapat menembatkan orang lain sesuai dengan tempatnya. Juga tidak mendahulukan ego pribadi di atas kepentingan bersama. Juga saling memahami antara satu dengan lainnya. Boleh jadi kita bisa memaksa diri kita untuk memahami orang lain. Namun kita tidak bisa memaksa orang lain untuk memahami diri kita dan kepribadian kita.
Inilah pentingnya akhlak. Hingga Rasulullah r diutus pun untuk memperbaiki akhlak manusia. Juga masalah kejujuran. Nampaknya sekarang kejujuran dianggap barang langka. Bahkan orang yang yang jujur kerap dikatakan “culun”. Biarlah orang mencemooh orang yang hendak menjunjung tinggi akhlak Rasulullah r. Karena boleh jadi sekarang mereka mencemooh namun di lain kesempatan mereka akan menangis karena penyesalannya.
4. Sebagai pusat da’wah dan kebudayaan Islam
Masjid merupakan jantung kehidupan umat Islam yang selalu berdenyut untuk menyebarluaskan da’wah islamiyah dan budaya islami. Di Masjid pula direncanakan, diorganisasi, dikaji, dilaksanakan dan dikembangkan da’wah dan kebudayaan Islam yang menyahuti kebutuhan masyarakat. Karena itu Masjid, berperan sebagai sentra aktivitas da’wah dan kebudayaan.
5. Sebagai pusat kaderisasi umat
Sebagai tempat pembinaan jama’ah dan kepemimpinan umat, Masjid memerlukan aktivis yang berjuang menegakkan Islam secara istiqamah dan berkesinambungan. Patah tumbuh hilang berganti. Karena itu pembinaan kader perlu dipersiapkan dan dipusatkan di Masjid sejak mereka masih kecil sampai dewasa. Di antaranya dengan Taman Pendidikan Al Quraan (TPA), Remaja Masjid maupun Ta’mir Masjid beserta kegiatannya.
MENYALAKAN SEMANGAT MENDATANGI MASJID
Motifasi suatu saat amat dibutuhkan. Sama halnya bagi para pemakmur masjid. Kadang akan ada rasa bosan, suntuk dan lain-lain yang hinggap. Sehingga dengan adanya motivasi kemalasan yang darang menjadi segera hilang. Rasa suntuk yang hinggap akan segera lenyap.
Di antara motifasi yang paling menyentuh hati adalah apa yang datang dari Rasulullah r dengan kabar gambira yang beliau sampaikan. Sutikan semangat untuk meng-upgrade pahala di sisi-Nya. Juga kesempatan untuk mengurangi dosa yang pernah kita perbuat.
Inilah motifasi dari Rasulullah bagi para pemakmur masjid:
a. Pahala sholat di masjid lebih besar dari pada sholat di rumah
"Shalat seseorang dengan berjamaah lebih utama dari pada shalat di rumahnya atau di pasarnya sebesar dua puluh lima derajat. Dan hal itu apabila ia berwudhu dan memperbagus wudhunya kemudian ia keluar menuju masjid dan tidaklah ia keluar kecuali untuk mengerjakan shalat, maka tidaklah ia melangkahkan kakinya kecuali Allah I akan mengangkat derajatnya dan dihapuskan segala kesalahannya. Apabila ia shalat, maka tidak henti-hentinya malaikat mendo'akannya selama ia berada di tempat shalatnya. Ya Allah limpahkanlah rahmatMu kepadanya. Dan ia senantiasa berada di dalam shalat selama ia menunggu shalat." (HR. al-Bukhari)
b. Melangkah menuju masjid mendapat pahala dan dihapus darinya dosa
Imam Malik meriwayatkan sebuah hadits di dalam Muwaththa'nya, "Barangsiapa yang berwudu dan ia memperbagus wudhunya kemudian ia menyengaja keluar untuk mengerjakan shalat, maka sesungguhnya ia sedang berada di dalam shalat, dan ditetapkanlah kebaikan baginya di dalam salah satu langkahnya, dan dihapuskan baginya kesalahan di dalam langkahnya yang lain. Maka apabila salah seorang di antara kalian mendengar iqamat, janganlah ia tergesa-gesa, karena sesungguhnya yang paling besar pahalanya di antara kalian adalah orang yang paling jauh rumahnya dari masjid". Kemudian mereka pun bertanya, "Mengapa wahai Abu Hurairah? maka ia pun menjawab, "Karena langkahnya lebih banyak"
c. Menunggu sholat di masjid dihitung ribath (berjaga di medan perang)
Abu Hurairoh radhiallahu 'anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,"Inginkah kalian aku tunjukan sesuatu yang dengannya Allah akan menghapus dosa-dosa kalian dan mengangkat derajat kalian? Maka para sahabat berkata, "Ya wahai Rasulullah". Kemudian Rasulullah bersabda, "Menyempurnakan wudhu dalam kondisi tidak disenangi, memperbanyak langkah ke masjid, dan menunggu shalat setelah shalat, maka itulah ar-ribath, maka itulah ar-ribath (bentuk menahan diri untuk senantiasa berbuat taat kepada Allah)." (HR. Muslim dan Malik)
d. Mendapat cahaya di hari kiamat
Dari Abu Buraidah radhiallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ia bersabda,"Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berjalan menuju masjid di dalam kegelapan dengan cahaya yang sempurna pada hari Kiamat". (HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi)
e. Masjid ialah tempat yang Allah senangi
Dan dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda, "Sesuautu yang paling Allah senangi dari sebuah negeri adalah masjid-masjid yang ada di dalamnya, dan sesuatu yang paling Allah benci darinya adalah pasar-pasar yang ada di dalamnya". (HR. Muslim)
f. Orang yang memakmurkan masjid akan Allah muliakan
Allah telah memuliakan masjid beserta orang-orang yang memakmurkannya dengan ketaatan. Dan Ia telah menjanjikan kepada mereka pahala yang sangat besar.
Allah berfirman, artinya, "Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang. Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (Meraka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendakiNya tanpa batas." (QS. an-Nur: 36-38)
Dengan ini harapannya seorang muslim bisa menjadi diri yang utuh. Yang peduli dengan apa yang ada di sekitarnya. Memperdulikan kaum muslimin lainnya. Juga peduli degan sarana dan fasilitas kaum Muslimin.
Kegiatan-kegiatan islami yang diadakan bisa mengoptimalisasikan masjid sebagai sarana dakwah. Juga bisa menjadikannya sebagai pusat pengaturan dakwah. Kajian-kajian islami bisa menjadi pemandangan rutin. Bahkan bedah buku pun jikalau diperlukan bisa dilaksanakan sebagai sosialisasi degnan masyarakat.
Masyarakat tentu harus diajak untuk bersatu padu dalam mengoptimalisasian masjid sebagai basis dakwah. Karena peran masyarakat pun amat penting bagi perkembangan dakwah di masa mendatang. Bagaimana jadinya jikalau hendak menjadikan masjid sebagia markas dakwah namun masyarakat di sekitar tidak ada yang mendukung?
Wallohu a’lam bish showab
0 komentar:
Posting Komentar